Puan,
Percayalah, kita bukan satu-satu-nya
yang menggadaikan waktu dan jarak demi keyakinan.
kita hanya salah dua nya.
Kita berani menantang jarak dan mereka
yang berkata ini akan sia-sia.
Ingat puan, kita tidak berdansa dibawah
ketukan yang orang lain mainkan, kita adalah kita yang bergoyang ria dibawah
ritme kita sendiri.
Hari-hari kita bergelut rindu, menanti
pulang peluk kecut tiba.
Bagi kita, surat elektronik adalah
sarapan paling lezat, alunan suara di telepon genggam adalah nikmat makan
siang, canggih audio visual adalah yang mengenyangkan di malam hari.
Dan bahagia ketika berjumpa yang luar
biasa. Sesederhana itu.
Kita tak selalu bersahut kata sambil
bertatap muka, menceritakan hari-hari dengan cara yang berbeda dari mereka. Kita
tetap senang, bukan begitu sayang?
Puan,
Aku segera pulang, merekahkan
cumbu-cumbu sederhana, menghabiskan minggu pagi ditaman senang, secangkir teh
hangat dan roti isi kacang, seperti biasa kita.
Kita legalisasikan manja, berpeluk ria
dalam tawa dimuka dunia, lagi-lagi persetan mereka yang banyak kata. Ini
bahagia aku dan kamu, bukan mereka.
Dan terimakasih untuk bertahan dari aku
yang semenyebalkan ini, dari aku yang masih betah dengan ego penghujung muda
dan bahayaku, dan dari aku dengan sisa-sisa nakalku. Sebentar lagi sayang,
sebentar lagi.
Puan,
Suatu hari nanti aku akan bersimpuh satu
shaf didepanmu, dan kamu yang bersiap mencium tanganku dengan doa. Mensahihkan
kita tak hanya kata.
Dan teruntuk Tuhan, jika merindukannya
adalah dosa, lagi-lagi aku siap masuk neraka.
Karya Ronanda Utama