Thursday, June 9, 2011

Puisi untuk-NYA Jilid II

Tuhan,, Aku ingin bercerita padaMu, bercerita tentang hidupku yang maju mundur, tentang cintaku yang hanya mandek di buku harian atau disebuah lagu, tentang masa depanku yang terlihat aman tapi terasa tak benderang, tentang keluarga ku yang aku cintai selalu, tentang sahabat laki-laki ku yang kembali hanya melahirkan kecoa

Tuhan,, aku ingin kembali bermusik, menggenjreng gitar atau sekedar meniup harmonika tapi aku ragu karna aku pernah menyatakan diri pensiun, walau setahuku tak ada satu manusia pun yang pensiun dari idealismenya kalau pun ada itu hanya dipenampakannya saja dan tak mungkin dihatinya.

Tuhan,, apa aku nista ketika menjadi menggila dikala tangguh dan mengiris bawang dikala rapuh?

Tuhan,, aku sangat rindu melihat pelangi, pelangi yang datang diantara hujan dan matahari, lelah menunggu matahari yang tak kunjung datang karena tak perlu aku cari pun suatu saat dia akan datang, entah kapan..

Tuhan, aku rindu melihat Ariel Peterpan kembali "beraksi" dan mencipta karya terbaiknya, karna menurutku dia adalah salah satu musisi yang jenius. Aku juga sedih melihat Oasis harus bubar, kenapa Gallagher bersaudara itu selalu berkelahi dan tak seperti Upin dan Ipin yang cinta damai..

Tuhan,, aku sedih melihat Manchester United dibuat tak berkutik dan diobrak abrik oleh Barcelona di final Liga Champion, DAMN,,,!! aku mendukungnya sejak berseragam putih merah dan hidungku masih mengeluarkan ingus hingga nanti aku selesai sekolah S2 di Belanda. Dan mungkin akan tetap begitu sampai suatu saat anak laki-laki ku menentukan tim favoritnya sendiri..

Tuhan,, aku tak berani berdoa padaMu, karna aku tahu aku tak pernah mengikuti perintahMu. Ibarat aku minta uang pada Ayah Bunda ku tapi aku tak pernah mengikuti nasihat mereka, tentu aku malu dan merasa tak pantas.. Tapi aku percaya Kau akan memberikan yang terbaik, bahkan untuk hamba-Mu yang seperti aku.

Tuhan,, aku lelah harus selalu kuat atau hanya sekedar tampil kuat pada dunia, aku juga ingin merebahkan tangguhku. Tapi rasanya tak ada pundak untuk sekedar bersandar sejenak dan kembali hanya padaMu dan blog ini aku bercerita tentang imaginasiku.


Demikian yang dapat saya sampaikan, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih..

Wassalam,,



Ronanda Luiz Nasario da Lima Utama

Kerinci "the 2'nd highest mountain in Indonesia" 3805 meters ASL

      Naik gunung?? salah satu kegiatan yang sangat jarang saya lakukan, hanya 2 kali saya pernah merasakan naik gunung (gunung beneran lho y : ) ) dan cerita kali ini adalah naik gunung ke 3. Dulu waktu masih terdaftar sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Bogor (setahu saya cuma ada satu PTN di Bogor) haha.. Saya pernah menjajaki puncak Gunung Salak dan Gunung Gede itu pun karna malu sama teman-teman dan status sebagai mahasiswa Kehutanan serta bagian dari kelompok pemerhati lingkungan tapi masa belum pernah naik gunung.
       Kembali ke cerita utama karna sebenarnya prolog itu jangan terlalu banyak, berawal dari suatu rencana yang tak kunjung jadi untuk menyapa salah satu gunung tertinggi di Indonesia bersama seorang teman dari tengah pulau Jawa akhirnya Kerinci menjadi salah satu tujuan yang selalu ada di benak kepala, hari minggu itu (29-05-11) ketika sedang duduk dirumah bersama Kang Wempy dan Mas Ardi (keduanya teman 1 rumah saya di Jambi) yang kegiatan keseharian kami kalau sedang liburan adalah duduk disofa, minum kopi dan konser (nyanyi2 pakai gitar bolong) terjadi dialog diantara kami dengan inisial nama yang disamarkan A (Ardi), W (Wempy), N (Nanda) :

A : Nda,, gw sama mas Wemp, Ita, Vita, Vina (ketiga cewe ini adalah teman kantor) mau jalan2 ke Padang long weekend ini, lo ikut kan?
N : Ayo,, gw mah ayo aja mas (saya dengan logat sunda yang kental)
W : Naek naonnya euy mangkatna? (naek apa brangktnya y?, wempy dengan tak cm logat tapi juga bahasa sunda nya menimpal)
N : Eh mending ke Kerinci yuah? ke Padang pasti abis banyak duit itu (tanpa terpikir sebelumnya bahwa ke kerinci juga menghabiskan bnyak uang )
W : Hayu lah.. satuju
A : Ayo, gw juga belum pernah naik gunung.

       Akhirnya kami sepakat untuk berangkat naik gunung, karna hari kamis serta jumat ini adalah hari libur. Saya pun segera menelpon Bang Aan, salah satu senior saya di kampus juga dia adalah pegawai Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (BBTNKS) dan dia pun setuju untuk ikut mendaki bersama kami (karna sebagai pegawai dia juga belum pernah mendaki Gunung Kerinci).
       Rencana belum berjalan mulus karna saat ini kegiatan kantor sedang padat-padatnya, tentu saya harus me"lobi" bos saya agar semuanya berjalan sesuai rencana, untuk sekedar di ceritakan saya ada kegiatan Pengenalan Konservasi ke Sekolah Dasar yang akan saya lakukan hari rabu, jadi hari senin dan selasa selain sibuk menyiapkan materi mengajar, saya juga sibuk menyiapkan perlengkapan mendaki. Selesai menyelesaikan tugas mengajar anak2 SD (untung bapak-ibu saya guru, sedikit banyak ilmu mengajarnya turunlah ke anaknya) saya segera meluncur ke Kantor Bidang TNKS untuk segera bergabung bersama bang Aan, sedangkan Kang Wempy menyusul malam harinya tapi sayang Mas Ardi batal ikut karna dia adalah orang keuangan dan mendapat tugas yang harus segera diselesaikan.
       Setelah menghubungi beberapa teman yang pernah/sering mendaki gunung Kerinci akhirnya kami kebingungan karna semua kawan-kawan kami itu membatalkan rencana untuk ikut mendaki karna beberapa hal. Paginya di bangko kami bertiga belanja logistik, persis ibu-ibu belanja di pasar. hahaha Kami meluncur ke Kota Sungai Penuh sekitar jam 12 siang, kami harus menempuhnya kurang lebih 5 jam dari Bangko menggunakan mobil travel dan di perjalanan disekitaran pasar ketika sedang macet ada ibu-ibu berbicara bahasa Padang ke salah satu orang didalam mobil kami, karna waktu itu perut kami bertiga belum di isi dan sudah mulai terasa keroncong protol, saya pun ikut-ikutan ngomong dengan bahasa padang kepada bang aan dan kang wempy "Ambo lape,, ambo lape,, ambo lape,, Pa*te (saya lapar,, saya lapar,, saya lapar,, Pan*at)"  gelak tawa pun terlontar di kursi bagian paling belakang, pokoknya perjalanan kami penuh dengan tawa, ada lagi supir travel yang umurnya sudah tua tak henti-henti membunyikan klakson, awalnya kami anggap wajar dan menjadi bahan bercandaan kami tapi lama kelamaan kami geram juga melihatnya.
       Sampailah kami di Kota Sungai Penuh (Kerinci) jam 5 sore, cuaca hujan panas (gerimis tapi ada matahari) dan sekejap kami pun disambut pelangi, pelangi yang rasanya sudah bertahun-tahun tak pernah saya lihat penampakannya. INDAH..
        Kami harus mengejar mobil ke daerah Kayu Aro yang jaraknya sekitar 1 jam dari kota Sungai Penuh, karna kalau lewat dari jam 6 mobil tersebut sudah tidak ada dan baru ada besok paginya jam 8. Tentu akan merusak rencana kalau gagal mendapatkan mobil malam itu karna rencana kami besok jam 8 pagi kami sudah mulai naik ke gunung kerinci. Kami tiba di Kayu Aro jam 8 dan kemudian mencari home stay yang rata-rata penuh oleh orang asing, kami pun nginap di home stay milik mbah Parmin yang letaknya tak jauh dari Tugu Macan (pintu masuk ke Gunung Kerinci) disitu kami masih kebingungan karna tak ada satu orangpun yang akan memandu kami besok paginya, Gunung Kerinci bukan sembarang gunung yang mudah didaki tanpa ada yang memandu / pernah kesana sebelumnya dan kami tak ingin sembrono untuk bernekat ria menjelajahnya karna sudah ada beberapa korban meninggal sebelumnya. Akhirnya kami meminta bantuan Mbah Parmin untuk mencarikan Guide/pemandu, dihubungilah Pak Amat yang merupakan pemandu berpengalaman, awalnya kami mengira pak Amat adalah anak muda yang masih gagah, ternyata dia sudah tua unurnya pun sekitar 50 tahun bahkan mungkin lebih, tapi fisiknya memang saya akui masih sangat hebat dia juga membantu kami membawa beberapa barang kami untuk naik ke atas.
      Perjalanan kami mulai jam 9 pagi, dengan doa yang dipimpin Pak Amat kami pun meluncur untuk berjuang menjejakan kaki di puncak Gunung Kerinci. Diawal perjalanan memasuki hutan Pak Amat tiba-tiba terdiam sejenak dan hampir pingsan, dia bercerita bahwa "ada" yang memukul wajahnya sehingga semua terasa gelap, kami pun istirahat sejenak untuk kemudian melanjutkan perjalanan kami. Kami berjalan menelusuri jalan setapak dan sesekali beristirahat sambil dijelaskan potensi serta keanekaragaman hayati yang ada disekitaran hutan Gunung Kerinci oleh Pak Amat.
     Akhirnya kami pun tiba di shelter 2 di ketinggian 3000 mdpl (tak perlu diceritakan seberapa berat perjuangan kami untuk sampai kesana, nanti rasakan saja sendiri :) ) dan anda tahu disana masih ada sinyal, hebat bukan!! saya pun masih sempat check in tempat menggunakan aplikasi foursquare menandakan bahwa saya ada di pertengahan gunung Kerinci (tetep Up-date)hahaha.. kami tiba disana sekitar pukul 3 sore, dan kami segera mendirikan tenda dan mencari beberapa kayu bakar, karna dingin sudah mulai menusuk tulang-tulang kami, seperti biasa segelas kopi pun kami siapkan untuk sekedar menghangatkan badan dan memang bukan rahasia umum bahwa kopi adalah kebutuhan, bukan lagi pelengkap. Malam ini kami harus tidur disini karna tak memungkinkan untuk membuat tenda di puncak, selain udaranya yang begitu dingin sering juga terjadi badai ditambah kami takut tak ada sumber air diatas, sebenarnya masih ada shelter 3 yang bisa di pergunakan sebagai tempat kemping, tapi kami memutuskan untuk istirahat di shelter 2 dan alasan utamanya adalah kami sudah kelelahan membawa barang, jadi besok pagi naik ke puncak kami tak perlu bawa barang, barang di simpan ditenda dan kami berjalan tanpa beban ke puncak. Hampir semua pendaki yang melakukan pendakian ke gunung kerinci memang seperti itu soalnya, kami pun mengikuti jejak mereka yang terdahulu.
     Malam itu datang juga tiga orang pendaki dari Pekanbaru dan bergabung bersama kami disana, sumpah perjalanan kami kali ini seperti didukung oleh Tuhan, malam itu cuaca begitu cerah hingga bintang-bintang bertebaran banyak sekali di atas kepala kami, INDAH...
     Jam 4 subuh kami bangun untuk bersiap menyambangi puncak Gunung Kerinci, karna memang itulah rencananya kami berangkat subuh untuk melihat Sunrise di upuk timur tepat dipuncak gunung. Walau rasanya mata ini masih berat dan badan ini masih terasa sangat pegal kami pun berangkat dalam gelap dengan menggunakan lampu senter yang kami bawa, dan kali ini jalur yang kami lewati lebih berat dari sebelumnya, untung saja kami tak membawa barang, mungkin kalau bawa kami akan sangat kesulitan dikarenakan trek yang begitu menantang (Ripuh..) . Ternyata tak berjalan sesuai rencana, kabut pun menutupi matahari yang baru saja akan terbangun dari mimpinya, dan kami pun belum sampai puncak ketika matahari sudah benar-benar menampakan dirinya.
     Kami sampai di Tugu Yuda, tugu penghormatan kepada para pendaki yang meninggal di atas gunung Kerinci, ada beberapa monumen disana dan sejenak kami terdiam untuk menghormati mereka. Kami sampai di puncak Gunung Kerinci sekitar jam 8 setelah melewati batuan dan pasir yang begitu menguras energi dan tentu konsentrasi kami karna kami harus berhati-hati agar tidak tergelincir. Rasanya seperti tak bisa diungkapkan kata-kata, terasa seperti seperti dapat makanan ketika kita sudah sangat lapar, buang air besar ketika sedang mules parah, ketika bertemu orang yang kita rindukan sekian lama, semua terasa begitu menyenangkan, begitu indah, begitu hebat. Saya baru tahu kenapa para pendaki gunung begitu menikmati dan mencintai idealisme mereka ini, perjuangan yang begitu berat terbayar dengan rasa yang begitu hebat.
     Tak lama memang kami di puncak gunung tersebut, hanya sekitar 10-15 menit, tak banyak juga kegiatan yang bisa kami lakukan, hanya memandang kawah vulkanik, memandang jauh kesekitar gunung, berfoto, dan kami merasa jadi orang tertinggi disumatra saat itu, karna memang begitulah adanya. Kami pun turun untuk kembali ke camp, dan turunpun tak kalah berat dengan naik, karna pasir dan batuan yang begitu curam serta rapuh membuat kami harus ekstra hati-hati. Kami pun sampai di camp dan menyiapkan makan siang untuk kemudian segera packing/berkemas.
     Kami meluncur turun sekitar pukul 12, kami pun harus tiba di bawah tak boleh lebih dari jam 5 karna sudah tak ada lagi mobil yang mengarah ke kota Sungai Penuh. diperjalanan kami bertemu dengan beberapa pendaki lainnya yang dan mereka mengucapkan salam "LESTARI", kami berrtiga pun bingung dan tak mengerti, setelah ditanya kepada Pak Amat ternyata kalimat Lestari tadi adalah salam untuk anak-anak Pencinta Alam (PA), maklum kami bukan PA tapi kami adalah PW (Pencinta Wanita) #alllaaah. hahaha.. Dalam perjalanan turun, hujan pun ikut turun dan membasahi kami yang sudah mulai kelelahan karna berjalan cepat untuk mengejar kendaraan, kaki saya sudah gemetar rasanya entah karna dingin entah karna memang sudah tak kuat, kami berhenti beberapa kali untuk mengambil nafas dan terus kebut gunung sesekali berlari sampai akhirnya kami sampai di bawah sekitar jam 3, cepat juga perjalanan kami karna biasanya turun itu membutuhkan waktu sekitar 5 jam.
     Kami pun menumpang membersihkan badan di Home Stay tempat kami menginap sebelumnya untuk kemudian berangkat menuju sungai penuh dan menginap disalah satu kawan kami disana. Besok paginya kami meluncur ke Bangko dan saya disuruh mengantarkan mobil ke Jambi oleh bos saya, naas memang saya dan kang wempy setelah menjadi supir kurang lebih 5 jam, tepat didepan gerbang rumah kami ban mobil pun slip karna banjir didepan rumah dan tanah yang licin sulit dilewati, kami pun berusaha keras mendongkrak sampai jam 3 pagi dibantu mas Ardi yang terbangun dan ditemani hujan yang membuat kepala kami menjadi sangat pusing, sebenarnya tak perlu selama itu untuk mendongkrak mobil, tapi karna kami sudah kelelahan akhirnya tak bisa berpikir bagaimana solusi cepatnya. Lebih parahnya lagi pagi ini jam 9 pun kami harus rapat di kantor, hahahaha..
    Itulah cerita kami menjejakan kaki di Gunung tertinggi kedua di Indonesia. Saya mengerti kenapa filosofi hidup itu seperti naik gunung :
 "Tentukan tujuan/target, buat rencana, persiapkan segalanya, perhitungkan waktu dan jalur yang akan ditempuh, berjalan melangkah sesekali berlari, dan kita akan raih apa yang kita tuju seberapa berat pun itu" : ) 
  
Kerinci "the 2'nd highest mountain in Indonesia" 3805 meters ASL its worth to fight

Tulisan ini didedikasikan untuk Pak Amat yang sudah sangat membantu dan memberikan ilmunya, serta seorang teman yang jauh disana, Semoga kita bisa berdiri bersama di puncak itu suatu hari nanti,, Semoga.

Salam hangat dari rumah Panthera Tigris Sumatrae


Ronanda Luiz Nasario da Lima Utama

Hari ini tepat setahun saya di Negeri Rantau..

8 Juni 2010 tanggal dimana pertama kali saya menginjakan kaki di kota antah berantah, kota yang sebelumnya hanya pernah saya liat di peta pelajaran geografi dulu waktu sekolah atau dengar dari sebuah televisi 29". 
Jambi,,
Bermimpi saja saya belum pernah bisa jadi bagian dari kota berjuluk "Sepucuk Jambi, Sembilan Lurah" ini, tapi itulah hidup. hidup adalah tanda tanya..

Tak terasa sudah setahun saya berdiri, makan, tidur, bersenang-senang, berlara hati, menatap dan memupuk asa masa depan di kota yang sudah saya anggap rumah kedua ini. Ketika pertama kali membayangkan tempat ini saya berpikir semua akan saya lewati dengan berat dan penuh perjuangan, ternyata banyak "malaikat-malaikat" tak terduga yang melindungi dan menolong saya ketika semua terasa berat dan ingin menyerah disini. Terima kasih.. : )

Sering rindu ini tak terbendung, rindu rumah, orang tua, keluarga besar, sahabat, pujaan hati (?? saat ini hanya tanda tanya ??) tapi memang saya harus kuat dan harus berjuang untuk itu dan untuk mereka tentu saja.

Menikmati dan mensyukuri apa yang tuhan gariskan dan peruntukan untuk kita adalah perjuangan paling indah dan paling hebat. Hadapi setiap persoalan, kesedihan, ketidaknyamanan, perih, kecewa, bahkan kerinduan hanya dengan senyum maka semua lara mu lambat laun akan meredup dengan sendirinya.. prinsip ini slalu saya pakai dan "trust me, it's work" : )

Terima kasih Jambi untuk membuat perut ini tetap terisi, untuk membuat otak ini kembali tergali, untuk membuat hati ini kuat karna memang harus begitu, untuk rindu yang tercipta karna sendiri dan jauh, untuk
jiwa yang harus menjadi mandiri dan dewasa, dan untuk senyummu ketika rumah terasa begitu jauh. : )

Rindu Bogor dan "Isi"nya,,


Ronanda Luiz Nasario da Lima Utama